Selasa, 21 Mei 2013

Manajemen Perkantoran


BAB 1
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Organisasi merupakan wadah di mana banyak orang berkumpul dan saling berinteraksi. Organisasi juga terbentuk karena adanya kesamaan misi dan visi yang ingin dicapai. Dari sini setiap individu atau unsur yang terdapat di dalam organisasi tersebut secara langsung maupun tidak langsung harus memegang teguh apa yang menjadi pedoman dan prinsip di dalam organisasi tersebut. Sehingga untuk mencapai visi dan menjalankan misi yang digariskan dapat berjalan dengan baik.
Seiring berjalannya waktu, di dalam organisasi kerap terjadi konflik. Baik konflik internal maupun konflik eksternal antar organisasi. Konflik yang terjadi karena permasalahan yang sangat remeh. Namun justru dengan hal yang remeh itulah sebuah organisasi dapat bertahan lama atau tidak. Mekanisme ataupun manajemen konflik yang diambil pun sangat menentukan posisi organisasi sebagai lembaga yang menjadi payungnya. Kebijakan-kebijakan dan metode komunikasi yang diambil sangat mempengaruhi keberlangsungan sebuah organisasi dalam mempertahankan anggota dan segenap komponen di dalamnya.
Konflik dalam organisasi sering dilihat sebagai sesuatu yang negatif, termasuk oleh pemimpin organisasi. Karenanya, penanganan yang dilakukanpun cenderung diarahkan kepada peredaman konflik. Dalam realita, konflik merupakan sesuatu yang sulit dihindarkan karena berkaitan erat proses interaksi manusia. Karenanya, yang dibutuhkan bukan meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya sehingga bisa membawa dampak konstruktif bagi organisasi.
Mengamati kegiatan organisasi yang saling berinteraksi memberikan pelayanan kepada stackholder, tidak mungkin terhindar dari konflik. Setiap jenis konflik yang terjadi menuntut pemecahan dan penyelesaian dengan cepat. Semakin besar organisasi maka frekuensi konflik yang terjadi semakin tinggi. Ini berarti semakin banyak konflik yang harus diselesaikan.  Membiarkan konflik organisasi lambat untuk diselesaikan akan mengakibatkan perkembangan organisasi tidak efisien, produktifitas menurun, serta konflik lain akan menjalar luas.

B.   PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan  latar belakang masalah diatas, maka dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah, yaitu:
1.      Apa konflik itu?
2.      Apa saja sumber terjadinya konflik dalam organisasi tersebut?
3.      Bagaimana cara penyelesaian konflik organisasi tersebut? Dan apa saja langkah yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan konflik organisasi tersebut.
C.   TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1.      Untuk menambah pengetahuan tentang konflik dalam organisasi dan mengetahui cara yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan konflik dalam organisasi.
2.      Untuk memenuhi tugas akhir tengah semester, mata kuliah Manajemen Perkantoran Lanjutan.


BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Konflik
Menurut kamus besar bahasa Indonesia konflik adalah percekcokkan, perselisihan, pertentangan. Konflik berasal dari kata kerja bahasa latin yaitu configure yang berarti saling memukul. Secara Sosiologis konflik diartikan sebagai proses social antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.
Menurut Nardjana (1994) Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.
Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono,1993, p.4)
Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998:580) yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) adalah: Conflict
is a situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or experience some emotional antagonism with one another.
Yang kurang lebih memiliki arti bahwa konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.
Menurut Stoner Konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian. (Wahyudi, 2006:17).
Jadi dapat disimpulkan bahwa konflik organisasi merupakan suatu masalah yang timbul akibat ketidakcocokan ataupun akibat perbedaan pendapat dalam suatu organisasi.
2.      Sumber Konflik dalam Organisasi
Semua konflik pasti memiliki sumber dan penyebab-penyebab, berikut ini ada beberapa sumber konflik dalam sebuah organisasi:
a.       Faktor komunikasi (communication factors)
Disebabkan oleh Kesalahan komunikasi atau komunikasi yang kurang baik antar bawahan,antar pimpinan ataupun antar bawahan dan pimpinan
b.      Faktor struktur tugas maupun struktur organisasi (job structure or organization structure) Disebabkan oleh kurang baiknya susunan struktur organisasi yang dibuat.
c.       Faktor yang bersifat personal (personal factors)
Disebabkan oleh faktor individu yang memang sudah saling memiliki konflik satu sama lainnya
d.      Faktor lingkungan (environmental factors)
Faktor lingkungan yang kurang mendukung organisasi tersebut sehingga terjadi konflik satu sama lainnya.

3.      Faktor penyebab konflik
a.       Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

b.      Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

c.       Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
d.      Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.

4.      Macam-Macam Konflik
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel, jenis-jenis konflik terbagi atas :
1.      Konflik intrapersonal. Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik ini terjadi pada saat yang bersamaan memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
2.      Konflik interpersonal.
o   Konflik ini adalah konflik seseorang dengan orang lainnya karena memiliki perbedaan keinginan dan tujuan.
o   Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok, Hal ini sering kali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas yang ditekankan pada kelompok kerja mereka . Sebagai contoh seorang individu dapat dikenai hukuman karena tidak memenuhi norma-norma yang ada.Konflik interorganisasi.
3.      Konflik antar grup dalam suatu organisasi adalah suatu yang biasa terjadi, yang tentu menimbulkan kesulitan dalam koordinasi dan integrasi dalam kegiatan yang menyangkut tugas-tugas dan pekerjaan. Karena hal ini tak selalu bisa dihindari maka perlu adanya pengaturan agar kolaborasi tetap terjaga dan menghindari disfungsional.

5.      Akibat-akibat Konflik
Konflik dapat berdampak baik dan berdampak buruk.
Konflik berakibat baik seperti:
1.      Membuat suatu organisasi hidup, bila pihak-pihak yang berkonflik memiliki kesepakatan untuk mencari jalan keluarnya.
2.      Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan merupakan salah satu akibat dari konflik, yang tujuannya tentu meminimalkan konflik yang akan terjadi dikemudian hari.
3.      Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan perbaikan dalam system serta prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi.
4.      Memunculkan keputusan-keputusan yang inovatif.
5.      Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.

Konflik berakibat tidak baik seperti:
1.      Menghambat komunikasi, karena pihak-pihak yang berkonflik cenderung tidak berkomunikasi.
2.      Menghambat keeratan hubungan.
3.      Karena komunikasi relative tidak ada, maka akan mengancam hubungan pihak-pihak yang berkonflik.
4.      Mengganggu kerja sama.
5.      Hubungan yang tidak terjalin baik, bagaimana mungkin terjadi kerjasama yang baik.
6.      Mengganggu proses produksi,bahkan menurunkan produksi.
7.      Kerja sama yang kurang baik, maka produktifitas pun rendah.
8.      Menimbulkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
9.      Karena produktifitas rendah, timbullah ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
10.  Yang kemudian berakibat pada individu mengalami tekanan, mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustasi dan apatisme.
6.      Cara-Cara Mengatasi Konflik
Mengatasi konflik antara pihak-pihak yang bertikai tergantung pada kemauan pihak-pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan masalah. Selain itu juga peran aktif dari pihak luar yang menginginkan redanya konflik. Berikut adalah cara-cara untuk mengatasi konflik yang telah terjadi
:
1.      Rujuk
    • merupakan usaha pendekatan demi terjalinnya hubungan kerjasama yang lebih baik demi kepentingan bersama pula.
2.      Persuasi
    • mengubah posisi pihak lain, dengan menunjukan kerugian yang mungkin timbul, dan bukti factual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar keadilan yang berlaku.
3.      Tawar-menawar
    • Suatu penyelesaian yang dapat diterima oleh kedua belah pihak dengan mempertukarkan kesepakatan yang dapat diterima.
4.      Pemecahan masalah terpadu
    • Usaha pemecahan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua belah pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternative pemecahan secara bersama dengan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
5.      Penarikan diri
    • Cara menyelesaikan masalah dengan cara salah satu pihak yang bertikai menarik diri dari hubungan dengan pihak lawan konflik. Penyelesaian ini sangat efisien bila pihak-pihak yang bertikai tidak ada hubungan. Bila pihak-pihak yang bertikai saling berhubungan dan melengkapi satu sama lain, tentu cara ini tidak dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik.
6.      Pemaksaan dan penekanan
    • Cara menyelesaikan konflik dengan cara memaksa pihak lain untuk menyerah. Cara ini dapat dilakukan apabila pihak yang berkonflik memiliki wewenang  yang lebih tinggi dari pihak lainnya. Tetapi bila tidak begitu cara-cara seperti intimidasi, ancaman, dsb yang akan dilakukan dan tentu pihak yang lain akan mengalah secara terpaksa.


7.      Strategi Penyelesaian Konflik
Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah :
1.      Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
2.      Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3.      Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4.      Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.
5.      Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.








BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Konflik organisasi merupakan suatu masalah yang timbul akibat ketidakcocokan ataupun akibat perbedaan pendapat dalam suatu organisasi. Sumber konflik dalam sebuah organisasi dapat berasar dari faktor komunikasi, faktor struktur tugas maupun struktur organisasi, faktor yang bersifat personal, faktor lingkungan.
Faktor penyebab konflik: Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Konflik yang terjadi dalam organisasi tidak selamanya berakibat negative terhadap organisasi tersebut. Konflik yang terjadi dapat juga berdampak positif terhadap keberlangsungan organisasi tersebut, seperti: Membuat suatu organisasi hidup, berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan adaptasi, memunculkan keputusan-keputusan yang inovatif., memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.
Mengatasi konflik antara pihak-pihak yang bertikai tergantung pada kemauan pihak-pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan masalah. Selain itu juga peran aktif dari pihak luar yang menginginkan redanya konflik.
2.      Saran
Dalam berorganisasi setiap orang, setiap individu tidak akan terlepas dari konflik, karena setiap individu memiliki pendapat dan pandangan yang berbeda satu sama lainnya. Dengan keadaan ini diharapkan setiap individu, setiap kelompok mampu memahami perbedaan tersebut. Sebaiknya dalam mengambil sebuah keputusan alam organisasi diharapkan adanya musyawah sehingga tidak terlihat adanya mementingkan pendapat sendiri karena keputusan diambil dari kesepakatan dan suara bersama, baik dan buruh hasil yang akan diperoleh merupakan tanggung jawab anggota kelompok secara bersama-sama.
Apabila terjadi ketidaksepakatan atau konflik dalam organisasi sebaiknya harus dibicarakan dan diselesaikan sesegera mungkin dengan berbagai alternative yang ada, sehingga kelancaran produktifitas kerja ogranisasi tidak terganggu, dan keberhasilan kerja organisasi akan lebih optimal.


DAFTAR PUSTAKA
Aditio. 2012. Makalah: Konflik Organisasi. Online. Ditemukan tanggal 18 April 2013.
J. Winardi. 2006. Toeri Organisasi dan Pengorganisasian. Jakarta: Rajawali Pers.
Toni Tanamal. 2011. Makalah: Konflik Organisasi dan Penyelesaiannya. Online. Ditemukan tanggal 18 April 2013.